Skip to main content

Rantai Makanan pada Ekosistem Terumbu Karang


PENDAHULUAN

Konsep ekosistem merupakan suatu konsep yang kompleks, karena di dalamnya terjadi hubungan timbal balik dan saling ketergantungan antara komponen-komponen penyusunnya, yang membentuk hubungan fungsional dan tidak dapat dipisahkan. Di dalam sebuah ekosistem terjadi transfer energi antara komponennya yang bersumber dari sinar matahari melalui proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan hijau berklorofil. Makhluk hidup lain yang tidak memiliki kemampuan berfotosintesis, menggunakan energi matahari dengan cara mengkonsumsi produsen (organisme yang dapat melakukan fotosintesis) dan begitu selanjutnya sehingga terbentuk suatu rantai makana.

Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem yang khas terdapat di daerah tropis. Ekosistem ini memiliki produktivitas organic yang sangat tinggi (Burke et al, 2002). Demikian pula dengan keanekaragaman biota yang ada didalamnya. Di tengah samudra yang miskin bisa terdapat pulau karang yang produktif hingga kadang-kadang terumbu karang ini diandaikan seperti oase di tengah gurun pasir yang gersang.

Secara fisik terumbu karang adalah terumbu yang terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh karang. Di Indonesia semua terumbu berasal dari kapur yang sebagian besar dihasilkan koral. Sebagai hewan yang menghasilkan kapur untuk kerangka tubuhnya, karang merupakan komponen yang terpenting dari ekosistem tersebut. Terumbu karang (coral reefs) merupakan ekosistem laut tropis yang terdapat di perairan dangkal yang jernih, hangat (lebih dari 22°C), memiliki kadar CaCO3 (Kalsium Karbonat) tinggi, dan komunitasnya didominasi berbagai jenis karang keras (Gunawan,1995).
 

TUJUAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui interaksi di dalam ekosistem terumbu karang serta rantai makan yang terdapat di dalamnya.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang adalah endapan-endapan massif penting kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang Scleractinia dengan sedikit tambahan alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan CaCO3 (Nybakken,1992). Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik primer yang sangat tinggi 11.680 gC/m²/tahun (Supriharyono, 2007) disbanding mangrove 2.700 gC/m²/tahun dan lamun 900 – 4.650 gC/m²/tahun (Bengen, 2001) demikian pula keanekaragaman hayatinya. Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem khas perairan daerah tropis yang mempunyai produktifitas sangat tinggi demikian pula keanekaragaman hayatinya. Karang batu merupakan fauna dominan dalam ekosistem ini dimana kondisinya dipakai sebagai petunjuk akan kondisi ekologis dari terumbu karang (Westmacott et al., 2000).

Pembentukan terumbu karang merupakan proses yang lama dan kompleks. Proses terbentuknya terumbu karang dimulai dengan penempelan berbagai biota penghasil kapur. Pembentuk utama terumbu karang adalah scleractinia (karang batu) yang sebagian besar dari karang batu tersebut mempunyai sejumlah alga yang bersel tunggal yang terletak di dalam jaringan endodermnya. Alga bersel tunggal dengan ukuran mikroskopis berwarna coklat disebut zooxanthellae memerlukan cahaya matahari untuk berfotosintesis.

Berdasarkan proses pembentukan terumbu karang dikenal dua kelompok karang. Kelompok pertama adalah karang yang membentuk terumbu (karang hermatipik), yaitu dari scleractinia (karang batu) dan kelompok kedua adalah karang yang tidak dapat membentuk terumbu (karang ahermatipik), yaitu dari soft coral (karang lunak). Kelompok pertama merupakan karang batu (scleractinia) yang mempunyai kemampuan untuk membentuk terumbu karang dalam prosesnya bersimbiosis dengan zooxanthellae dan membutuhkan sinar matahari untuk membentuk bangunan dari kapur yang kemudian dikenal reef building corals, sedangkan kelompok kedua tidak dapat membentuk bangunan kapur sehingga dikenal dengan non–reef building corals yang secara normal hidupnya tidak tergantung pada sinar matahari (Veron, 1986). Pembentukan terumbu karang hermatipik dimulai adanya individu karang (polip) yang dapat hidup berkelompok (koloni) ataupun menyendiri (soliter). Karang yang hidup berkoloni membangun rangka kapur dengan berbagai bentuk, sedangkan karang yang hidup sendiri hanya membangun satu bentuk rangka kapur. Gabungan beberapa bentuk rangka kapur tersebut disebut terumbu karang (Muhlis, 2011).

Manfaat terumbu karang sangat besar dan beragam. Menurut Sawyer (1993) dan Cesar (1996), manfaat terumbu karang dapat diidentifi kasi menjadi dua, yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat terumbu karang yang langsung dapat dinikmati oleh manusia adalah pemanfaatan sumber daya ikan, batu karang, pariwisata, penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya. Manfaat terumbu karang yang tidak langsung adalah terumbu karang sebagai penahan abrasi pantai, keanekaragaman hayati, tempat berlangsungnya siklus biologi, kimiawi, dan fisik secara global yang mempunyai tingkat produktivitas yang sangat tinggi, penyedia lahan dan tempat budidaya berbagai hasil laut dan sebagai tempat perlindungan biota-biota langka.
 

2. Rantai Makanan

Rantai makanan adalah perpindahan energi makanan dari sumber daya tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jenjang makan (tumbuhan-herbivora-carnivora). Pada setiap tahap pemindahan energi, 80%–90% energi potensial hilang sebagai panas, karena itu langkahlangkah dalam rantai makanan terbatas 4-5 langkah saja. Dengan perkataan lain, semakin pendek rantai makanan semakin besar pula energi yang tersedia ( surya,2011).

Sistem rantai makanan merupakan sebuah siklus, semua kehidupan hewan bergantung pada kemampuan tumbuh-tumbuhan hijau untuk berfotosintesis. Di laut, fitoplankton merupakan produsen makanan yang utama, tingkat selanjutnya adalah pemindahan energi dari makanan utama tersebut ke dalam rantai makanan (Romimohtanto, 2009). Fungsi dari rantai makanan ini adalah untuk menjaga jumlah makhluk hidup didalamnya, dan jangan sampai jumlah pemangsa lebih banyak daripada jumlah mangsanya. Karena hal ini akan mengakibatkan kepunahan makhluk hidup. Terdapat dua tipe dasar rantai makanan:

a. Rantai makanan rerumputan (grazing food chain).
Misalnya: tumbuhan-herbivora-carnivora.


Grazing food chain
b. Rantai makanan sisa (detritus food chain)

Bahan mati mikroorganisme (detrivora = organisme pemakan sisa) predator. Suatu rantai adalah suatu pola yang kompleks saling terhubung, rantai makanan di dalam suatu komunitas yang kompleks antar komunitas, selain daripada itu, suatu rantai makanan adalah suatu kelompok organisme yang melibatkan perpindahan energi dari sumber utamanya (yaitu., cahaya matahari, phytoplankton, zooplankton, larval ikan, kecil ikan, ikan besar, binatang menyusui) (Anneahira, 2010).

Detritus Food Chain
PEMBAHASAN

Ekosistem terumbu karang mempunyai sebuah interaksi antar makhluk yang hidup pada sebuah rantai makanan, umumnya sebuah rantai makanan (food chain) memiliki produsen, konsumen, serta decomposer (pengurai). Pada rantai makanan di ekosistem terumbu karang terdapat produsen (penghasil/pembuat makanan) yaitu produsen utama, atau tumbuhan autotrof (penghasil makanan sendiri), produsen merupakan dasar dari semua rantai makanan. Tumbuhan autotrof mampu mensintesis senyawa organik kompleks seperti glukosa dari kombinasi molekul anorganik sederhana dan energi cahaya dalam proses yang dikenal sebagai fotosintesis. Hasil dari fotosintetis ini digunakan untuk proses metabolisme. Fitoplankton, zooxanthellae (alga yang hidup pada lubang polip terumbu karang), rumput laut (sea weed), contoh : Halimeda tuna, Ulva fasciata, Padina australis, Sargassum sp (Yudasmara, 2011) memproduksi hasil metabolisme dari proses fotosintesis yang hasilnya akan dikonsumsi oleh tingkat konsumen pertama yang dihuni oleh organisme seperti : Zooplankton, crustacea, bivalves, gastropods, tunicita, spons, ikan kecil, landak laut.

Konsumen tingkat pertama merupakan hewan herbivora yakni pemakan tumbuh-tumbuhan yang berasal dari produsen seperti alga, rumput laut (sea weed), fitoplankton, serta zooxanthellae. Organisme pada konsumen tingkat pertama yaitu : Zooplankton, larva inverterbarta, bivalves, gastropods, tunicita, spons, ikan kecil, serta ekinodermata. Contoh ikan herbivora yaitu Acanthurus tristis, A. leucosternon, Zebrasoma scopas, Siganus javus, Naso elegans dan Chlorurus sordidus (Rudi, 2012). Konsumen tingkat satu memanfaatkan tumbuh-tumbuhan yang hidup di laut maupun zooxanthellae untuk menjadi bahan-bahan makanannya.

Konsumen tingkat kedua merupakan hewan karnivora yakni pemakan hewan atau daging, biasanya memangsa konsumen tingkat pertama seperti zooplankton, larva invertebrate (larva udang), dll. Organisme pada konsumen tingkat kedua yaitu : Moluska, krustacea, tiggerfish, lobster, shrimp, kupu-kupu (Butterfly fish). Pada konsumen tingkat ketiga merupakan hewan tingkat tertinggi dalam rantai makanan, biasanya memangsa konsumen tingkat kedua. Konsumen tingkat ketiga terdapat organisme seperti : Ikan Hiu, dan ikan – ikan karnivor lainnya. Semua organisme baik itu produsen, konsumen tingkat pertama, kedua, dan ketiga apabila mati akan terurai oleh dekomposer (bakteri dan fungi). Dekomposer akan menghasilkan nutrient yang diperlukan oleh produsen untuk metabolisme produsen dan akan membentuk rantai makanan kembali.


Rantai makan di ekosistem terumbu karang
KESIMPULAN

1. Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang kaya akan keragaman hayati dan interaksinya.
2. Komponen rantai makanan pada ekosistem terumbu karang yaitu produsen (organisme autotrof), konsumen (organisme heterotrop), dekomposer dimana terjadi interaksi secara sirkular.


Copy from TT : Karren Budi Atmojo, Raut Nugrahening Widhi, Iqbal Tawaqkal Hakiki, Meris Rahmawati, Muhammad Nur Rohman, Olan Maulana Yusuf 

Comments

Popular posts from this blog

11 Instansi Pemerintah yang Menerima Magang Mahasiswa Perikanan dan Kelautan

Assalamualaikum Kerja praktek adalah salah satu rangkaian dari tugas akhir (TA), kerja praktek ini biasa dilakukan pada mahasiswa semester 5 ke atas, khususnya untuk mahasiswa eksakta seperti perikanan dan kelautan kerja praktek adalah prasyarat untuk mengambil seminar penelitian dan skripsi. Berikut 11 instansi-instansi pemerintah yang menerima mahasiswa perikanan dan kelautan untuk magang, kerja praktek dan penelitian. Bidang Penginderaan Jauh (Remote Sensing) dan Sistem Informasi Geografis (SIG) 1. Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh (PUSFATJA LAPAN) Tema: 1. Pesisir dan Laut (Pulau Kecil Terluar, Mangrove dan Terumbu Karang), 2. Perikanan (Zona Potensial Penangkapan Ikan, Suhu Permukaan Laut, Klorofil-a). Alamat: Jl. Kalisari No. 8, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta 13710 Telp. (021) 8710065 Fax. (021)8722733 Website: http://pusfatja.lapan.go.id/ 2. Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL) Tema: 1. Pasang Surut, 2. Suhu Permukaan laut, 3. Peta Daerah penangkapan Ik

Membuat Peta Lokasi Penelitian Menggunakan ArcGis 10

Assalamualaikum... Setelah melihat beberapa kali seminar proposal, ada satu hal yang membuat saya merasa ada sesuatu yang kurang dari proposal penelitian-penelitian itu, padahal saya belum seminar proposal. hehe. Langsung saja ya, sebenarnya sesuatu yang sederhana yaitu PETA LOKASI PENELITIAN... Peta yang dibuat dan digunakan pada proposal penelitian menurut saya belum standar, KENAPA ? Karena syarat-syarat peta di Proposal Penelitian tersebut tidak terpenuhi, contohnya tidak ada arah mata angin, keterangan titik penelitian, graticul dan lain lain... contoh petanya kaya gini. PETA LOKASI PENELITIAN     Dari contoh gambar diatas, kemudian pasti kita akan bertanya-tanya, contoh pertanyaan yang simple saja lah, lokasi penelitiannya pada derajat berapa ya ? hehe...  Nah, maka dari itu kemudian saya tertarik untuk menulis tentang Cara Membuat Peta Lokasi Penelitian Menggunakan ArcGis. Tulisan saya kali ini, InsyaAllah akan lebih ke Tutorial bagaimana cara pembuatan