Skip to main content

Molting Pada Udang, Proses Dasar Kehidupan Udang


Semua golongan arthropoda, termasuk udang mengalami proses pergantian kulit atau molting secara periodik, sehingga ukuran tubuhnya bertambah besar. Agar udang bisa tumbuh menjadi besar, secara periodik akan melepaskan jaringan penghubung antara epidermis dan kutikula ekstraseluler, segera melepaskan diri dari kutikula (cangkang), menyerap air untuk memperbesar tubuh dan eksoskeleleton yang baru dan selanjutnya terjadi proses pengerasan dengan mineral-mineral dan protein. Proses molting ini menghasilkan peningkatan ukuran tubuh (pertumbuhan) secara diskontinyu dan secara berkala. Ketika molting, tubuh udang menyerap air dan bertambah besar, kemudian terjadi pengerasan kulit. Setelah kulit luarnya keras, ukuran tubuh udang tetap sampai pada siklus molting berikutnya.

Dalam kondisi molting, udang sangat rentan terhadap serangan udang-udang lainnya, karena disamping kondisinya masih sangat lemah, kulit luarnya belum mengeras, udang pada saat molting mengeluarkan cairan molting yang mengandung asam amino, enzim dan senyawa organik hasil dekomposisi parsial eksoskeleton yang baunya sangat merangsang nafsu makan udang. Hal tersebut bisa membangkitkan sifat kanibalisme udang yang sehat.

Ekdisis (proses molting) merupakan suatu rangkaian proses yang sangat kompleks yang dimulai beberapa hari atau bahkan beberapa minggu sebelumnya. Pada dasarnya setiap jaringan terlibat dalam persiapan untuk molting yang akan datang, yaitu :
  1. Cadangan lemak dalam jaringan hepatopankreas dimobilisasi.
  2. Pembelahan sel meningkat.
  3. Diproduksi mRNA yang baru, diikuti oleh sintesis senyawa protein baru.
  4. Terjadi perubahan tingkah-laku.
Proses yang rumit ini melibatkan kordinasi sistem hormonal dalam tubuh udang. Siklus molting berlangsung melalui beberapa tahapan. Pada beberapa spesies, masing-masing mempunyai tahapan dan definisi sendiri-sendiri. Pada udang ada 4 tahapan, yaitu:

Postmolt, Postmolt adalah tahapan beberapa saat setelah proses eksuviasi (penanggalan eksoskeleton yang lama). Pada tahapan ini terjadi pengembangan eksoskeleton yang disebabkan oleh meningkatnya volume hemolymph akibat terserapnya air ke dalam tubuh. Air terserap melalui epidermis, insang dan usus. Setelah beberapa jam atau hari (tergantung pada panjangnya siklus molting), eksoskeleton yang baru akan mengeras.

Intermolt, Pada tahapan ini, eksoskeleton menjadi semakin keras karena adanya deposisi mineral dan protein. Eksoskeleton (cangkang) udang relatif lebih tipis dan lunak dibandingkan dengan kepiting dan lobster.

Early Premolt, Pada tahapan early premolt (premolt awal) mulai terbentuk epicuticle baru di bawah lapisan endocuticle. Tahapan premolt dimulai dengan suatu peningkatan konsentrasi hormon molting dalam hemolymph (darah).

Late Premolt, Pada tahapan premolt akhir terbentuk lagi lapisan exocuticle baru di bawah lapisan epicuticle baru yang terbentuk pada tahapan early premolt. Kemudian diikuti dengan pemisahan cangkang lama dengan cangkang yang baru terbentuk. Eksoskeleton (cangkang) lama akan terserap sebagian dan cadangan energi dimobilisasi dari hepatopankreas. 

Ecdysis (pemisahan cangkang) sebagai suatu tahapan hanya berlangsung beberapa menit saja, dimulai dengan membukanya cangkang lama pada jaringan penghubung bagian dorsal antara thorax dengan abdomen, dan selesai ketika udang melepaskan diri dari cangkangnya yang lama. Siklus molting dikendalikan oleh hormon molting yang dihasilkan oleh kelenjar molting yang terdapat di dalam ruang anterior branchium, dan disebut Y - organ.

Udang Vanamei

Nafsu makan udang mulai menurun pada 1-2 hari sebelum moulting dan aktivitas makanya berhenti total sesaat akan moulting. Persiapan yang dilakukan udang vanamei sebelum mengalami moulting yaitu dengan menyimpan cadangan makanan berupa lemak di dalam kelenjar pencernaaan (hepatopangkreas).

Umumnya moulting berlangsung pada malam hari. Bila akan moulting, udang vanamei sering muncul kepermukaaan air sambil meloncat –loncat. Gerakan ini bertujuan membantu melonggarkan kulit luar udang dari tubuhnya. Pada saat moulting berlangsung, otot perut melentur, kepala membengkak, dan kulit luar bagian perut melunak. Dengan sekali hentakan, kulit luar udang terlepas.

Gerakan tersebut merupakan salah satu cara mempertahankan diri karena cairan moulting (semacam lendir) yang dihasilkan dapat merangsang udang lain untuk melekat dan memangsa (kanibalisme). Udang vanamei akan tampak lemas dan berbaring di dasar perairan selama 3-4 jam setelah proses moulting selesai.

Faktor faktor moulting

Moulting akan terjadi secara teratur pada udang yang sehat. Bobot badan udang akan bertambah setiap kali mengalami moulting. Faktor faktor yang mempengaruhi moulting massal yaitu kondisi lingkungan, gejala pasang, dan terjadi penurunan volume air atau surut.

a. Air pasang dan surut.

Air pasang yang disebabkan bulan purnama bisa merangsang proses moulting pada udang vanamei. Hal ini terutama banyak terjadi pada udang vanamei yang dipelihara di tambak tradisional. Di alam, moulting biasanya terjadi berbarengan dengan saat bulan purnama. Saat itu, air laut mengalami pasang tertinggi sehingga perubahan lingkungan tersebut sudah cukup merangsang udang untuk melakukan moulting. Oleh karena air di tambak hanya mengandalkan pergantian air dari pasang surut air laut. Penambahan volume air pada saat bulan purnama dapat menyebabkan udang melakukan moulting. Penurunan volume air tambak saat persiapan panen juga dapat menyebabkan moulting. Moulting sebelum panen menyebabkan presentase udang yang lembek meningkat.

b. Kondisi lingkungan

Proses moulting akan dipercepat bila kondisi lingkungan mengalami perubahan. Namun demikian, perubahan lingkungan secara drastis dan disengaja justru akan menimbulkan trauma pada udang. Beberapa tindakan tersebut diantaranya terlalu sering mengganti air tambak, tidak hati hati saat menyipon (membersihkan tambak), dan pemberian saponin yang berlebihan.

Kegagalan moulting dan pencegahan 

Proses moulting dapat berjalan tidak sempurna atau gagal bila kondisi fisiologis udang tidak normal. Kegagalan tersebut menyebabkan udang menjadi lemah karena tidak mempunyai cukup energi untuk melepaskan kulit lama menjadi kulit baru. Udang yang tidak melakukan moulting dalam waktu lama menunjukan gejala kulit luar ditumbuhi lumut dan protozoa. Usaha pencegahan kegagalan bisa dilakukan dengan beberapa cara, seperti lebih sering mengganti air tambak.

Sumber :
1. http://untuklautku.blogspot.com/2011/05/proses-moulting-dan-faktor-faktornya.html
2. http://mengenaludangwindu.blogspot.com/2009/04/memahami-proses-pergantian-kulit.html?showComment =1400053554491#c6131525959692045206

Popular posts from this blog

11 Instansi Pemerintah yang Menerima Magang Mahasiswa Perikanan dan Kelautan

Assalamualaikum Kerja praktek adalah salah satu rangkaian dari tugas akhir (TA), kerja praktek ini biasa dilakukan pada mahasiswa semester 5 ke atas, khususnya untuk mahasiswa eksakta seperti perikanan dan kelautan kerja praktek adalah prasyarat untuk mengambil seminar penelitian dan skripsi. Berikut 11 instansi-instansi pemerintah yang menerima mahasiswa perikanan dan kelautan untuk magang, kerja praktek dan penelitian. Bidang Penginderaan Jauh (Remote Sensing) dan Sistem Informasi Geografis (SIG) 1. Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh (PUSFATJA LAPAN) Tema: 1. Pesisir dan Laut (Pulau Kecil Terluar, Mangrove dan Terumbu Karang), 2. Perikanan (Zona Potensial Penangkapan Ikan, Suhu Permukaan Laut, Klorofil-a). Alamat: Jl. Kalisari No. 8, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta 13710 Telp. (021) 8710065 Fax. (021)8722733 Website: http://pusfatja.lapan.go.id/ 2. Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL) Tema: 1. Pasang Surut, 2. Suhu Permukaan laut, 3. Peta Daerah penangkapan Ik

Membuat Peta Lokasi Penelitian Menggunakan ArcGis 10

Assalamualaikum... Setelah melihat beberapa kali seminar proposal, ada satu hal yang membuat saya merasa ada sesuatu yang kurang dari proposal penelitian-penelitian itu, padahal saya belum seminar proposal. hehe. Langsung saja ya, sebenarnya sesuatu yang sederhana yaitu PETA LOKASI PENELITIAN... Peta yang dibuat dan digunakan pada proposal penelitian menurut saya belum standar, KENAPA ? Karena syarat-syarat peta di Proposal Penelitian tersebut tidak terpenuhi, contohnya tidak ada arah mata angin, keterangan titik penelitian, graticul dan lain lain... contoh petanya kaya gini. PETA LOKASI PENELITIAN     Dari contoh gambar diatas, kemudian pasti kita akan bertanya-tanya, contoh pertanyaan yang simple saja lah, lokasi penelitiannya pada derajat berapa ya ? hehe...  Nah, maka dari itu kemudian saya tertarik untuk menulis tentang Cara Membuat Peta Lokasi Penelitian Menggunakan ArcGis. Tulisan saya kali ini, InsyaAllah akan lebih ke Tutorial bagaimana cara pembuatan

Rantai Makanan pada Ekosistem Terumbu Karang

PENDAHULUAN Konsep ekosistem merupakan suatu konsep yang kompleks, karena di dalamnya terjadi hubungan timbal balik dan saling ketergantungan antara komponen-komponen penyusunnya, yang membentuk hubungan fungsional dan tidak dapat dipisahkan. Di dalam sebuah ekosistem terjadi transfer energi antara komponennya yang bersumber dari sinar matahari melalui proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan hijau berklorofil. Makhluk hidup lain yang tidak memiliki kemampuan berfotosintesis, menggunakan energi matahari dengan cara mengkonsumsi produsen (organisme yang dapat melakukan fotosintesis) dan begitu selanjutnya sehingga terbentuk suatu rantai makana. Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem yang khas terdapat di daerah tropis. Ekosistem ini memiliki produktivitas organic yang sangat tinggi (Burke et al, 2002). Demikian pula dengan keanekaragaman biota yang ada didalamnya. Di tengah samudra yang miskin bisa terdapat pulau karang yang produktif hingga kadang-kadang terumbu ka