Skip to main content

Strategi Pengelolaan Terumbu Karang (Coral Reef) di Indonesia

Pendahuluan
Terumbu karang adalah karang yang terbentuk dari kalsium karbonat koloni kerang laut yang bernama polip yang bersimbiosis dengan organisme miskroskopis yang bernama zooxanthellae. Terumbu karang mempunyai fungsi yang angat penting sebagai tempat memijah, mencari mkaan, daerah asuhan bagi biota laut dan sebagai sumber plasma nutfah. Terumbu karang juga merupakan sumber makanan dan bahan baku substansi bioaktif yang berguna dalam farmasi dan kedokteran. Selain itu, terumbu karang juga mempunyai fungsi yang tidak kalah pentingnya yaitu sebagai pelindung pantai dari degradasi dan abrasi. Beberapa ahli juga menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kondisi terumbu karang dengan keanekaragaman biota laut terutama ikan karangnya.

Oleh karena itu, pengelolaan, pelestarian dan monitoring terumbu karang perlu mendapat prioritas utama dalam strategi pengelolaannya khususnya di perairan yang berpotensi mengalami tekanan karena proses alam atau aktifitas manusia. Pengelolaan terumbu karang harus dilakukan dengan melihat masalah-masalah yang terdapat di suatu daerah terlebih dahulu. 
Menurut Santoso (2010), dalam pengelolaan terumbu karang diperlukan strategi sebagai berikut :
1. Memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada pengelolaan terumbu karang :
  • Mengembangkan mata pencaharian alternatif yang bersifat berkelanjutan bagi masyarakat pesisir
  • Meningkatkan penyuluhan dan menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat akan tanggung jawab dalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang dan ekosistemnya melalui bimbingan, pendidikan dan penyuluhan tentang ekosistem terumbu karang
  • Memberikan hak dan kepastian hukum untuk mengelola terumbu karang bagi mereka yang memiliki kemampuan

2. Mengurangi laju degradasi kondisi terumbu karang yang ada saat ini :

  • Mengidentifikasi dan mencegah penyebab kerusakan terumbu karang secara dini
  • Mengembangkan program penyuluhan konservasi terumbu karang dan mengembangkan berbagai alternatif mata pencaharian bagi masyarakat lokal yang memanfaatkannya.
  • Meningkatkan efektifitas penegakan hukum terhadap berbagai kegiatan yang dilarang oleh hukum seperti pemboman dan penangkapan ikan dengan potas.
3. Mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, pemanfaatan, dan status hukumnya:
  • Mengidentifikasi potensi terumbu karang dan pemanfaatannya
  • Menjaga keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi dan pelestarian lingkungan.
Kondisi terumbu karang sendiri di beberapa daerah di Indonesia sudah berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha-usaha yang bertujuan untuk memulihkan atau mengembalikan kondisi terumbu karang menjadi lebih baik. Upaya pengelolaan pemulihan terumbu karang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Pengelolaan Konservasi Terumbu Karang - Pendekatan Pasif

Tindakan pengelolaan konservasi terumbu karang dengan pendekatan ini berfokus dan dipraktekan oleh LSM, konservasionis, ilmuwan dan para pengambil keputusan otoritas (pemerintah) yang menentukan Marine Protected Area (MPA) dan tindakan-tindakan lainnya (peningkatan luas MPA, undang-undang, kebijakan untuk mengurangi eksploitasi terumbu sumber daya, dll).

2. MPA

Para ilmuwan menggunakan konsep-konsep dan teori-teori yang dikembangkan untuk desain dan penerapan Terrestrial Protected Areas(TPA). Kriteria cadangan, ukuran, dan lokasi pengelolaan Marine Protected Area(MPA) banyak dilakukan tanpa pertimbangan ekologi, realita sosial ekonomi, atau keberlanjutan pengelolaan jangka panjang. Dengan kata lain, upaya ini harus terkonsentrasi baik tentang bagaimana caranya untuk melindungi yang tersisa (Young, 2000) serta pada upaya aktif dalam cara mengembalikan sumber daya terumbu karang. Secara khusus, tindakan restorasi harus menggantikan sebagian suite 'pasif' langkah-langkah yang digunakan untuk melindungi MPA.

3. Restorasi Terumbu – Pendekatan Aktif

Sementara ekologi restorasi mengedepankan konsep langkah-langkah aktif, biologi konservasi biasanya menyoroti langkah-langkah 'pasif' berdasarkan pemikiran bahwa proses alam harus memungkinkan untuk mengurangi dampak tanpa atau dengan manusia pengganti. 'Konservasi' syarat dan 'restorasi' yang digunakan di sini menggambarkan upaya untuk 'Melestarikan' habitat asli atau untuk 'mengganti' habitat hilang. Restorasi ekologi berakar pada penghijauan, sedangkan konservasi biologi cenderung ke kelompok binatang. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa prinsip-prinsip silvikultur, konsep dan teori, semakin dipertimbangkan dan diterapkan untuk restorasi terumbu karang.

4. Reef 'silvikultur'

Langkah pertama yaitu membesarkan bibit karang, pembibitan yang dirancang khusus, untuk tanam ukuran sebelum menerapkan langkah kedua, rehabilitasi (dengan aktif transplantasi) dari daerah yang rusak dengan karang-pembibitan ternak koloni. Tahap kedua transplantasi, yang masih dalam masa pertumbuhan.

Pengelolaan terumbu karang juga dapat dilakukan dengan menggunakan pemodelan. Pemodelan keberlanjutan pengelolaan kawasan terumbu karang pada dasarnya dibuat untuk dapat memanfaatkan sumberdaya tersebut sehingga menghasilkan manfaat ekonomi yang tinggi bagi pengguna, namun kelestariannya tetap terjaga. Pemodelan ini menggunakan software Stella ver. 8.0. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi suhu, salinitas, pH, kecerahan, kedalaman, kecepatan arus, substrat, DO, BOD5, COD, Ammonia, fosfat, nitrat, kondisi terumbu karang dan wawancara stakeholders. Data sekunder meliputi; kondisi sosial ekonomi-budaya dan produksi perikanan.

Berdasarkan hasil analisis pada setiap dimensi keberlanjutan diperoleh atribut-atribut sensitif, yaitu (1) Dimensi ekologi, terdapat lima atribut sensitif yang mempengaruhi nilai indeks keberlanjutan yaitu kondisi perairan, tingkat eksploitasi sumberdaya ikan, persentase penutupan karang, spesies endemik, dan sedimentasi. (2) Dimensi teknologi, terdapat tiga atribut sensitif yang mempengaruhi nilai indeks keberlanjutan yaitu jenis alat tangkap, selektivitas alat tangkap, dan tipe kapal. (3) Dimensi sosial ekonomi, terdapat lima atribut sensitif yang mempengaruhi nilai indeks keberlanjutan yaitu waktu yang digunakan untuk pemanfaatan terumbu karang, ketergantungan pada perikanan sebagai sumber nafkah, memiliki nilai sejarah, seni dan budaya, zonasi peruntukan lahan dan potensi konflik. (4) Dimensi kelembagaan, terdapat empat atribut sensitif yang mempengaruhi nilai indeks keberlanjutan pengelolaan kawasan terumbu karang, yaitu tokoh panutan, pemegang kepentingan utama, koperasi, dan tradisi/budaya.

Perumusan sistem dikembangkan dengan menggunakan perangkat lunak Stella versi 8.0. Telaah dan perumusan sistem di bangun berdasarkan skenario dengan mengakomodir kemungkinan perubahan pada masa yang akan datang. Atribut yang digunakan dalam penyusunan perumusan skenario tersebut adalah atribut-atribut sensitif yang mempengaruhi nilai indeks keberlanjutan pengelolaan kawasan terumbu karang yang telah disebutkan di atas. Oleh karena itu, penggunaan model keberlanjutan pengelolaan terumbu karang ini dapat mengetahui perubahan-perubahan yang mungkin terjadi pada beberapa tahun ke depan.

Gambar :



Ekosistem Terumbu Karang

Comments

Popular posts from this blog

11 Instansi Pemerintah yang Menerima Magang Mahasiswa Perikanan dan Kelautan

Assalamualaikum Kerja praktek adalah salah satu rangkaian dari tugas akhir (TA), kerja praktek ini biasa dilakukan pada mahasiswa semester 5 ke atas, khususnya untuk mahasiswa eksakta seperti perikanan dan kelautan kerja praktek adalah prasyarat untuk mengambil seminar penelitian dan skripsi. Berikut 11 instansi-instansi pemerintah yang menerima mahasiswa perikanan dan kelautan untuk magang, kerja praktek dan penelitian. Bidang Penginderaan Jauh (Remote Sensing) dan Sistem Informasi Geografis (SIG) 1. Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh (PUSFATJA LAPAN) Tema: 1. Pesisir dan Laut (Pulau Kecil Terluar, Mangrove dan Terumbu Karang), 2. Perikanan (Zona Potensial Penangkapan Ikan, Suhu Permukaan Laut, Klorofil-a). Alamat: Jl. Kalisari No. 8, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta 13710 Telp. (021) 8710065 Fax. (021)8722733 Website: http://pusfatja.lapan.go.id/ 2. Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL) Tema: 1. Pasang Surut, 2. Suhu Permukaan laut, 3. Peta Daerah penangkapan Ik...

Rantai Makanan pada Ekosistem Terumbu Karang

PENDAHULUAN Konsep ekosistem merupakan suatu konsep yang kompleks, karena di dalamnya terjadi hubungan timbal balik dan saling ketergantungan antara komponen-komponen penyusunnya, yang membentuk hubungan fungsional dan tidak dapat dipisahkan. Di dalam sebuah ekosistem terjadi transfer energi antara komponennya yang bersumber dari sinar matahari melalui proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan hijau berklorofil. Makhluk hidup lain yang tidak memiliki kemampuan berfotosintesis, menggunakan energi matahari dengan cara mengkonsumsi produsen (organisme yang dapat melakukan fotosintesis) dan begitu selanjutnya sehingga terbentuk suatu rantai makana. Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem yang khas terdapat di daerah tropis. Ekosistem ini memiliki produktivitas organic yang sangat tinggi (Burke et al, 2002). Demikian pula dengan keanekaragaman biota yang ada didalamnya. Di tengah samudra yang miskin bisa terdapat pulau karang yang produktif hingga kadang-kadang terumbu ka...

Membuat Peta Lokasi Penelitian Menggunakan ArcGis 10

Assalamualaikum... Setelah melihat beberapa kali seminar proposal, ada satu hal yang membuat saya merasa ada sesuatu yang kurang dari proposal penelitian-penelitian itu, padahal saya belum seminar proposal. hehe. Langsung saja ya, sebenarnya sesuatu yang sederhana yaitu PETA LOKASI PENELITIAN... Peta yang dibuat dan digunakan pada proposal penelitian menurut saya belum standar, KENAPA ? Karena syarat-syarat peta di Proposal Penelitian tersebut tidak terpenuhi, contohnya tidak ada arah mata angin, keterangan titik penelitian, graticul dan lain lain... contoh petanya kaya gini. PETA LOKASI PENELITIAN     Dari contoh gambar diatas, kemudian pasti kita akan bertanya-tanya, contoh pertanyaan yang simple saja lah, lokasi penelitiannya pada derajat berapa ya ? hehe...  Nah, maka dari itu kemudian saya tertarik untuk menulis tentang Cara Membuat Peta Lokasi Penelitian Menggunakan ArcGis. Tulisan saya kali ini, InsyaAllah akan lebih ke Tutorial bagaimana c...