PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Salah satu ekosistem pesisir
yang memiliki produktivitas primer tinggi adalah padang lamun. Massa
daun lamun juga akan menurunkan pencahayaan matahari di siang hari, melindungi
dasar perairan dan memungkinkan pengembangan lingkungan mikro pada dasar
vegetasi. Sehingga merupakan habitat potensial bagi komunitas ikan untuk
berlindung, mencari makan, dan memijah (Aswandy dan Azkab, 2000). Sejumlah
spesies ikan ekonomis penting menghabiskan sebagian siklus hidup dan sepanjang
hidupnya pada ekosistem padang lamun.
Padang
lamun merupakan sumber daya laut yang cukup potensial karena memiliki beberapa
fungsi penting sehingga dapat dimanfaatkan untuk dimanfaatkan. Banyak organisme
yang secara ekologis dan biologis sangat tergantung pada keberadaan lamun. Ekosistem
tersebut merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme oleh sebab itu
banyak biota laut yang memanfaatkannya sebagai tempat memijah, contohnya adalah
krustasea, gastropoda, moluska, dll.
Padang
lamun memiliki produktivitas sekunder dan dukungan yang besar terhadap
kelimpahan dan keragaman ikan (Gilanders, 2006).Padang lamun merupakan tempat
berbagai jenis ikan berlindung, mencari makan, bertelur, dan membesarkan
anaknya. Ikan baronang, misalnya, adalah salah satu jenis ikan yang hidup di
padang lamun. Bell dan Pollard (1989)mengidentifikasi 7 karakteristik utama
kumpulan ikan yang berasosiasi dengan lamun yaitu: (1) Keanekaragaman dan
kelimpahan ikan di padang lamun biasanya lebih tinggi daripada yang berdekatan
dengan substrat kosong, (2) Lamanya asosiasi ikan-lamun berbedabeda diantara
spesies dan tingkatan siklus hidup, (3) Sebagian besar asosiasi ikan dengan padang
lamun didapatkan dari plankton, jadi padang lamun adalah daerah asuhan untuk
banyak spesies yang mempunyai nilai ekonomi penting, (4) Zooplankton dan
epifauna krustasean adalah makanan utama ikan yang berasosiasi dengan lamun,
dengantumbuhan, pengurai dan komponeninfauna dari jaring-jaring makanan dilamun
yang dimanfaatkan oleh ikan, (5)Perbedaan yang jelas (pembagiansumberdaya) pada
komposisi spesiesterjadi di banyak padang lamun, (6)Hubungan yang kuat terjadi
antarapadang lamun dan habitat yangberbatasan, kelimpahan relatif dankomposisi
spesies ikan di padang lamunmenjadi tergantung pada tipe (terumbukarang,
estuaria, mangrove) dan jarakdari habitat yang terdekat, (7) Kumpulanikan dari
padang lamun yang berbedaseringkali berbeda juga, walaupun duahabitat itu
berdekatan.
Lamun merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga
(Angiospermae) yang memiliki rhizoma, daun dan akar sejati yang hidup terendam
di laut. Lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar laut, yang
ditembusi oleh cahaya matahari. Lamun hidup di perairan dangkal dan jernih, dan
sirkulasi air yang baik. Air sirkulasi diperlukan untuk mengantarkan zat-zat
hara dan oksigen, serta mengangkut hasil metabolisme lamun keluar daerah padang
lamun (Bengen 1999). Berbeda dengan tumbuhan laut lainnya lamun berbuah,
berbunga dan menghasilkan biji (Romimohtarto dan Juwana 2001). Keunikan
tumbuhan lamun dari tumbuhan laut lainnya adalah adanya perakaran yang
ekstensif dan sistem rhizome karena tipe perakaran ini menyebabkan daun-daun
tumbuhan lamun menjadi lebat dan ini besar manfaatnya dalam menopang
produktivitas ekosistempadang lamun (Supriharyono 2000). Padang lamun merupakan
ekosistem yang tinggi produktivitas organik, dengan biota laut yang sangat
beragam, seperti crustacea, mollusca, echinodermata dan cacing
(polychaeta).Fillum molusca terdiri dari tujuh kelas, di antaranya gastropoda
(Sugiri 1989).
1.2.
Tujuan
Makalah
Tujuan dalam
pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui pegukuran keanekaragaman hayati
yang terdapat di ekosistem padang lamun.
II.
METODE PENELITIAN
Data komunitas ikan dikoleksi dengan menggunakan swept area dan menghitung jumlah ikan
berdasarkan jenis atau spesiesnya padang lamun. Terdapat 5 stasiun pengamatan
yang ditetapkan berdasarkan tingkat kompleksitas yang berbeda berdasarkan
kerapatan dan jenis lamun penyusunnya, yaitu: (1) LPU; lamun padat
multispesifik, (2) LPO; lamun padat monospesifik, (3) LJU; lamun jarang
multispesifik; (4) LJO; lamun jarang monospesifik, dan (5) LNV; daerah tidak
bervegetasi. Terdapat 3 ulangan untuk setiap stasiun.
Pengolahan data
Komposisi spesies adalah
perbandingan antara jumlah individu setiap spesies dengan jumlah individu
seluruh spesies yang tertangkap, dengan formula yang dimodifikasi dari Fachrul
(2007):
Ks = Ni/N x 100%
dimana:
Ks = Komposisi spesies (%)
Ni = Jumlah individu setiap
jenis
N = Jumlah individu seluruh
jenis
Indeks keanekaragaman
adalahnilai yang dapat menunjukkankeseimbangan keanekaragaman dalamsuatu
pembagian jumlah individu tiapjenis.Sedikit atau banyaknyakeanekaragaman
spesies dapat dilihatdengan menggunakan indeks keanekaragaman(H’).Keanekaragaman(H')mempunyai
nilai terbesar jika semua individu berasal dari genus atau spesiesyang
berbeda-beda. Sedangkan nilaiterkecil didapat jika semua individuberasal dari satu genus atau satu spesiessaja.
Adapun kategori Indeks
KeanekaragamandapatdilihatpadaTabel1.Adapun indeks keanekaragamanShannon (H’)
menurut Shannon andWeaver (1949) dalam Odum (1983)dihitung menggunakan
formula sebagaiberikut:
H’ = -∑ (Ni/N)ln(Ni/N)
dimana:
ni = Jumlah individu setiap jenis
N = Jumlah individu seluruh
jenis
Pengujian juga dilakukan
dengan pendugaan indeks keseragaman (E), dimana semakin besar nilai E
menunjukkan kelimpahan yang hampir seragam dan merata antar jenis (Odum, 1983).Adapun
kriteria komunitas lingkungan berdasarkan nilai indeks keseragaman disajikan
pada Tabel 2. Rumus dari indeks keseragaman Pielou (E) menurut Pielou (1966) dalam
Odum (1983) yaitu:
E =H'/lnS
dimana:
E = Indeks keseragaman
H’= Indeks keanekaragaman
S = Jumlah jenis
Nilai dari indeks
dominansiSimpson memberikan gambaran tentangdominansi organisme dalam
suatukomunitas ekologi.Indeks ini dapatmenerangkan bilamana suatu jenis
lebihbanyak terdapat selama pengambilandata.Adapun kategori
penilaiannyadisajikan pada Tabel 3.Rumus indeks dominansi Simpson (C) menurut
Margalef (1958) dalam Odum (1983) yaitu:
C = ∑ (Ni/N)2
dimana:
C = Indeks dominansi Simpson
ni = Jumlah individu spesies ke-i
N = Jumlah individu seluruh spesies
Tabel 1.Kategori Indeks Keanekaragaman
NIlai Keanekaragaman (H’)
|
Kategori
|
H’ ≤ 2,0
2,0 < H’≤ 3,0
H’ ≥ 3,0
|
Rendah
Sedang
Tinggi
|
Tabel 2.Kriteria Komunitas
Lingkungan Berdasarkan Nilai Indeks Keseragaman
NIlai Keanekaragaman (H’)
|
Kategori
|
0,00 < E ≤0,50
0,50< E ≤ 0,75
0,75 < E ≤ 1,00
|
Komunitas berada pada kondisi tertekan
Komunitas berada pada kondisi labil
Komunitas berada pada kondisi stabil
|
Tabel 3.Kategori Indeks Dominasi
NIlai Keanekaragaman (H’)
|
Kategori
|
0,00 < C ≤0,50
0,50< C ≤ 0,75
0,75 < C ≤ 1,00
|
Rendah
Sedang
Tinggi
|
III.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
3.1.
Kelimpahan
ikan pada daerah padang lamun
Kelimpahan ikan ditemukan
berbeda antar stasiun pengamatan (p<0,05). Hasil uji lanjut
menunjukkan bahwa ikan lebih melimpah pada daerah padang lamun dengan kerapatan
tinggi baik monospesifik (hanya tersusun oleh satu jenis lamun; LPO) maupun
multispesifik (tersusun oleh lebih dari satu jenis lamun; LPU) dibandingkan
pada padang lamun jarang terutama monospesifik (LJO) maupun daerah yang tidak bervegetasi
(LNV) (Gambar 2). Menurut Hemminga and Duarte (2000), padang lamun terutama
dengan kerapatan yang tinggi menyediakan perlindungan bagi ikan dari serangan
predator, selain itu kerapatan lamun yang tinggi tentunya meningkatkan luas
permukaan bagi perlekatan hewan-hewan maupun tumbuhan renik yang merupakan
makanan utama bagi ikan-ikan di padang lamun.
3.2.
Komposisi
jenis
Hasil penelitian pada
ekosistem padang lamunecara keseluruhan ditemukan 28 spesies ikan yang berasal
dari 14 famili yaitu 1 spesies dari famili Gerreidae, 3 spesies dari Siganidae,
2 spesies dari Labridae, 8 spesies dari Pomacentridae, 3 spesies dari
Nemipteridae, 2 spesies dari Gobiidae, 2 spesies dari Apogonidae, dan
masing-masing 1 spesies dari Sphyraenidae, Muraenidae, Monachantidae, Tetraodontidae,
Hemiramphidae, Serranidae, dan Acanthuridae.Stasiun pengamatan LPU (lamun padat
multispesifik) memiliki jumlah jenis ikan yang tertinggi yaitu 21 jenis
dibanding stasiun lain, dan yang terendah adalah pada stasiun LNV (daerah tidak
bervegetasi) yaitu hanya ditemukan 4 jenis ikan.
Komposisi jenis ikan pada
stasiun PU didominasi oleh 4 jenis yaitu Siganus margaritiferus (20%), Gerres
oyena (19%), Pentapodus bifasciatus (14%), dan Tylosurus sp (12%).Sedangkan pada stasiun LPO,
komposisi jenis ikan
tertinggi ada pada Siganus analicatus (46%)yang disusul Siganus
margaritiferus (27%).Tingginya persentasi komposisi jenis Siganus
canalicatus dan Siganusmargaritiferus pada stasiun LPO diduga
disebabkan antara lain karena ikan tersebut memiliki kebiasaan hidup
bergerombol di daerah padang lamun, terutama lamun monospesifik yang hanya
disusun oleh jenis Enhalus acoroides. Sesuai dengan pernyataan Darsono
dan Prapto (1993) sebagian besar jenis Siganus (Siganidae) hidup
menggerombol (schooling).Nilai
Indeks dominansi masuk kriteria rendah pada periode spring tide dan neap tide
dengan nilai rata-rata masing-masing 0,40 dan 0,18.
3.3.
Indeks
keanekaragaman, keseragaman dan dominansi
Nilai indeks keanekaragaman
ikan pada semua stasiun berkisar antara 1,10 – 2,44. Berdasarkan kriteria
indeks keanekaragaman, pada stasiun pengamatan LPO dan LNV masih tergolong
rendah sedangkan LPU, LJU,LJO tergolong sedang.Rendahnya keanekaragaman pada
stasiun LNV disebabkan oleh sedikitnya jumlah spesies ikan yang ditemukan,
yaitu hanya ditemukan 4 spesies, dan kecenderungan indeks dominansi yang cukup
besar.Hal ini disebabkan stasiun pengamatan tidak bervegetasi sehingga tidak
ditemukan banyak spesies ikan serta adanya kemungkinan dominansi oleh spesies
tertentu yaitu Cryptocentrussp. Sedangkan pada stasiun LPO didapatkan
nilai indeks keanekaragaman yang rendah meskipun jumlah jenis cukup banyak.Hal
ini disebabkan indeks keseragaman pada stasiun LPO termasuk dalam kategori
komunitas yang labil, hal ini menunjukkan kemerataan jumlah individu untuk
setiap jenis ikan di stasiun LPO rendah.
IV.
KESIMPULAN
Padang lamun dengan tingkat
kompleksitas yang berbeda (dapat diukurdari tingkat kerapatan dan banyaknya
jenis lamun penyusun) berpengaruh terhadap keberadaan ikan di daerah tersebut.
Kelimpahan ikan ditemukan lebih tinggi pada padang lamun dengan kerapatan yang
tinggi baik itu tersusun oleh satu spesies lamun (monospesifik) maupun oleh
lebih dari satu spesies lamun (multispesific), dibandingkan pada padang lamun
dengan kerapatan rendah dan pada daerah tidak bervegetasi. Nilai indeks
keanekaragaman dan keseragaman komunitas ikan yang lebih tinggi dengan indeks
dominansi yang rendah ditemukan pada padang lamun yang rapat dan tersusun oleh
banyak spesies lamun.
DAFTAR PUSTAKA
Jumanto,
Pratomo, A., Muzahar. Struktur
komunitas echinodermata di padang lamun
Perairan desa pengudang
kecamatan teluk sebong Kabupaten bintan provinsi Kepulauan Riau.
Latuconsina,
H., Nessa, M.N., Rappe, R.A. 2012. Komposisi Spesies dan Struktur Komunitas
Ikan Padang Lamun di Perairan Tanjung Tiram-Teluk Ambon Dalam. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis. 4(1) :
35-46
Metungun,
J., Juliana, Beruatjaan, M.Y. 2011. Kelimpahan Gatropoda pada Habitat Lamun di
Perairan Teluk Un Maluku Tenggara.
Pratiwi, R. 2010. Asosiasi Krustasea di Ekosistem Padang Lamun Perairan
Teluk Lampung. Ilmu kelautan . 15 (2) : 66-76.
Rappe, R.A. 2010. Struktur komunitas ikan pada padang lamun
yang berbeda di pulau barrang lompo. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 2 (2) : 62-73
Spesies Lamun |
Terima kasih telah berbagi...
ReplyDeleteTapi mohon maaf, bagian metode sampai kesimpulan sepertinya mirip dengan tulisan pengajar kami. Meskipun referensi telah dicantumkan di daftar pustaka, tetapi kesannya masih over p*a*iat. Mungkin ini sedikit membantu apa yang saya maksudkan http://id.wikihow.com/Menghindari-Plagiat. Mari sama-sama belajar :) :)