Skip to main content

Sumbangsih Gas Rumah Kaca dan Entropi untuk Pemanasan Global

Meningkatnya konsumsi energi baik untuk industri, transportasi, konsumsi rumah tangga atau pun kegiatan lainnya, pada dasarnya bukan hanya akan berdampak pada semakin menipisnya cadangan energi Indonesia, tetapi lebih jauh dari itu juga akan berdampak pada hal lain, diantaranya peningkatan emisi gas, terutama emisi gas CO2 (karbondioksida), dan jenis GRK lainnya.

Sumbangsih GRK untuk Pemanasan Global

Sebenarnya gas rumah kaca (GRK) yang terdapat di atmosfer sudah ada secara alami, dalam jumlah yang tidak mengakibatkan terjadinya gangguan pada lingkungan, mengingat gas rumah kaca pada umumnya bukan merupakan bahan toksik. Namun, dengan banyaknya kegiatan antropogenik, jumlah GRK tersebut di atmosfer dapat meningkat jauh melebihi jumlah yang seharusnya ada. Penyebab terjadinya peningkatan GRK di atmosfer tersebut pada umumnya didominasi dari kegiatan manusia (kegiatan antropogenik). Menurut UNFCC, ada berbagai jenis GRK yang terdapat di atmosfer, gas rumah kaca utamanya antara lain adalah karbondioksida (CO2), metan (CH4), oksida nitrogen (N2O), perflourocabron (PFCs), hydrofluorocarbons (HFCs) dan sulfur heksaflorida (SF6). Diantara GRK utama tersebut, GRK yang jumlahnya paling melimpah adalah CO2, Oleh karena itu, hingga saat ini CO2 dipakai sebagai acuan sebagai angka efek pemanasan global (global warming potential).
Konsentrasi CO2 di atmosfer semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, sehingga kegiatan antropogenik yang dilakukan juga akan meningkat. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai jumlah penduduk yang sangat tinggi. Hal itu terjadi karena Indonesia belum mampu menurunkan pertumbuhan penduduk, sehingga jumlah penduduknya dari waktu ke waktu semakin meningkat. Terjadinya kenaikan jumlah penduduk tersebut merupakan masalah tersendiri, karena akan berdampak pada berbagai hal, salah satunya akan mengakibatkan semakin meningkatnya konsumsi energi. Hal ini sesuai dengan hasil kajian Pusdatin Kementrian ESDM yang memperlihatkan emisi GRK dari sektor energi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dan sejak tahun 1990 pertumbuhannya mencapai 7% per tahun. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan pemakaian energi Indonesia (yang umumnya didominasi oleh energi fosil/BBF), yang nilainya juga mencapai 7% per tahun. Penggunaan BBF untuk berbagai kegiatan tersebut pada umumnya dimanfaatkan dengan cara dibakar. Mengingat BBF adalah rantai karbon, jika dilakukan pembakaran pada BBF tersebut akan dihasilkan CO2. Penyebab utama melimpahnya CO2 di atmosfer diduga berasal dari pembakaran BBF yang dibarengi dengan menurunnya jumlah tanaman (terutama hutan) yang berperan menyerap CO2 tersebut untuk keperluan fotosintesis.

Sumbangsih Entropi untuk Pemanasan Global

Selain dihasilkan emisi gas CO2 yang berlimpah, akibat dari pembakaran energi tersebut juga akan menyumbang panas ke lingkungan. Selain menghasilkan emisi GRK, pembakaran BBM/BBF juga akan menghasilkan panas yang tidak dapat dimanfaatkan. Hal ini bukan hanya terjadi pada pembakaran BBF, tetapi akan terjadi pada semua kegiatan yang akan mengubah bentuk energi yang satu menjadi bentuk energi yang lain seperti perubahan energi dari BBF menjadi energi gerak atau energi cahaya, perubahan energi dari energi listrik menjadi energi cahaya, dan semua kegiatan yang mengubah bentuk energi yang satu ke bentuk energi yang lain. Entropi (panas) tersebut selanjutnya akan masuk ke dalam lingkungan dan menyumbangkan panas yang sudah ada di lingkungan tersebut, sehingga panas di lingkungan meningkat. Hal ini juga mangandung arti bahwa dengan semakin tingginya entropi, akan semakin meningkatkan pemanasan global.

Sumber : Perubahan Iklim dan Kehidupan Biota Akuatik
Karya : Etty Riani

Comments

Popular posts from this blog

11 Instansi Pemerintah yang Menerima Magang Mahasiswa Perikanan dan Kelautan

Assalamualaikum Kerja praktek adalah salah satu rangkaian dari tugas akhir (TA), kerja praktek ini biasa dilakukan pada mahasiswa semester 5 ke atas, khususnya untuk mahasiswa eksakta seperti perikanan dan kelautan kerja praktek adalah prasyarat untuk mengambil seminar penelitian dan skripsi. Berikut 11 instansi-instansi pemerintah yang menerima mahasiswa perikanan dan kelautan untuk magang, kerja praktek dan penelitian. Bidang Penginderaan Jauh (Remote Sensing) dan Sistem Informasi Geografis (SIG) 1. Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh (PUSFATJA LAPAN) Tema: 1. Pesisir dan Laut (Pulau Kecil Terluar, Mangrove dan Terumbu Karang), 2. Perikanan (Zona Potensial Penangkapan Ikan, Suhu Permukaan Laut, Klorofil-a). Alamat: Jl. Kalisari No. 8, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta 13710 Telp. (021) 8710065 Fax. (021)8722733 Website: http://pusfatja.lapan.go.id/ 2. Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL) Tema: 1. Pasang Surut, 2. Suhu Permukaan laut, 3. Peta Daerah penangkapan Ik

Membuat Peta Lokasi Penelitian Menggunakan ArcGis 10

Assalamualaikum... Setelah melihat beberapa kali seminar proposal, ada satu hal yang membuat saya merasa ada sesuatu yang kurang dari proposal penelitian-penelitian itu, padahal saya belum seminar proposal. hehe. Langsung saja ya, sebenarnya sesuatu yang sederhana yaitu PETA LOKASI PENELITIAN... Peta yang dibuat dan digunakan pada proposal penelitian menurut saya belum standar, KENAPA ? Karena syarat-syarat peta di Proposal Penelitian tersebut tidak terpenuhi, contohnya tidak ada arah mata angin, keterangan titik penelitian, graticul dan lain lain... contoh petanya kaya gini. PETA LOKASI PENELITIAN     Dari contoh gambar diatas, kemudian pasti kita akan bertanya-tanya, contoh pertanyaan yang simple saja lah, lokasi penelitiannya pada derajat berapa ya ? hehe...  Nah, maka dari itu kemudian saya tertarik untuk menulis tentang Cara Membuat Peta Lokasi Penelitian Menggunakan ArcGis. Tulisan saya kali ini, InsyaAllah akan lebih ke Tutorial bagaimana cara pembuatan

Rantai Makanan pada Ekosistem Terumbu Karang

PENDAHULUAN Konsep ekosistem merupakan suatu konsep yang kompleks, karena di dalamnya terjadi hubungan timbal balik dan saling ketergantungan antara komponen-komponen penyusunnya, yang membentuk hubungan fungsional dan tidak dapat dipisahkan. Di dalam sebuah ekosistem terjadi transfer energi antara komponennya yang bersumber dari sinar matahari melalui proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan hijau berklorofil. Makhluk hidup lain yang tidak memiliki kemampuan berfotosintesis, menggunakan energi matahari dengan cara mengkonsumsi produsen (organisme yang dapat melakukan fotosintesis) dan begitu selanjutnya sehingga terbentuk suatu rantai makana. Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem yang khas terdapat di daerah tropis. Ekosistem ini memiliki produktivitas organic yang sangat tinggi (Burke et al, 2002). Demikian pula dengan keanekaragaman biota yang ada didalamnya. Di tengah samudra yang miskin bisa terdapat pulau karang yang produktif hingga kadang-kadang terumbu ka