Meningkatnya konsumsi energi baik untuk industri, transportasi, konsumsi rumah tangga atau pun kegiatan lainnya, pada dasarnya bukan hanya akan berdampak pada semakin menipisnya cadangan energi Indonesia, tetapi lebih jauh dari itu juga akan berdampak pada hal lain, diantaranya peningkatan emisi gas, terutama emisi gas CO2 (karbondioksida), dan jenis GRK lainnya.
Konsentrasi CO2 di atmosfer semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, sehingga kegiatan antropogenik yang dilakukan juga akan meningkat. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai jumlah penduduk yang sangat tinggi. Hal itu terjadi karena Indonesia belum mampu menurunkan pertumbuhan penduduk, sehingga jumlah penduduknya dari waktu ke waktu semakin meningkat. Terjadinya kenaikan jumlah penduduk tersebut merupakan masalah tersendiri, karena akan berdampak pada berbagai hal, salah satunya akan mengakibatkan semakin meningkatnya konsumsi energi. Hal ini sesuai dengan hasil kajian Pusdatin Kementrian ESDM yang memperlihatkan emisi GRK dari sektor energi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dan sejak tahun 1990 pertumbuhannya mencapai 7% per tahun. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan pemakaian energi Indonesia (yang umumnya didominasi oleh energi fosil/BBF), yang nilainya juga mencapai 7% per tahun. Penggunaan BBF untuk berbagai kegiatan tersebut pada umumnya dimanfaatkan dengan cara dibakar. Mengingat BBF adalah rantai karbon, jika dilakukan pembakaran pada BBF tersebut akan dihasilkan CO2. Penyebab utama melimpahnya CO2 di atmosfer diduga berasal dari pembakaran BBF yang dibarengi dengan menurunnya jumlah tanaman (terutama hutan) yang berperan menyerap CO2 tersebut untuk keperluan fotosintesis.
Sumber : Perubahan Iklim dan Kehidupan Biota Akuatik
Karya : Etty Riani
Sumbangsih GRK untuk Pemanasan Global
Sebenarnya gas rumah kaca (GRK) yang terdapat di atmosfer sudah ada secara alami, dalam jumlah yang tidak mengakibatkan terjadinya gangguan pada lingkungan, mengingat gas rumah kaca pada umumnya bukan merupakan bahan toksik. Namun, dengan banyaknya kegiatan antropogenik, jumlah GRK tersebut di atmosfer dapat meningkat jauh melebihi jumlah yang seharusnya ada. Penyebab terjadinya peningkatan GRK di atmosfer tersebut pada umumnya didominasi dari kegiatan manusia (kegiatan antropogenik). Menurut UNFCC, ada berbagai jenis GRK yang terdapat di atmosfer, gas rumah kaca utamanya antara lain adalah karbondioksida (CO2), metan (CH4), oksida nitrogen (N2O), perflourocabron (PFCs), hydrofluorocarbons (HFCs) dan sulfur heksaflorida (SF6). Diantara GRK utama tersebut, GRK yang jumlahnya paling melimpah adalah CO2, Oleh karena itu, hingga saat ini CO2 dipakai sebagai acuan sebagai angka efek pemanasan global (global warming potential).Konsentrasi CO2 di atmosfer semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, sehingga kegiatan antropogenik yang dilakukan juga akan meningkat. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai jumlah penduduk yang sangat tinggi. Hal itu terjadi karena Indonesia belum mampu menurunkan pertumbuhan penduduk, sehingga jumlah penduduknya dari waktu ke waktu semakin meningkat. Terjadinya kenaikan jumlah penduduk tersebut merupakan masalah tersendiri, karena akan berdampak pada berbagai hal, salah satunya akan mengakibatkan semakin meningkatnya konsumsi energi. Hal ini sesuai dengan hasil kajian Pusdatin Kementrian ESDM yang memperlihatkan emisi GRK dari sektor energi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dan sejak tahun 1990 pertumbuhannya mencapai 7% per tahun. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan pemakaian energi Indonesia (yang umumnya didominasi oleh energi fosil/BBF), yang nilainya juga mencapai 7% per tahun. Penggunaan BBF untuk berbagai kegiatan tersebut pada umumnya dimanfaatkan dengan cara dibakar. Mengingat BBF adalah rantai karbon, jika dilakukan pembakaran pada BBF tersebut akan dihasilkan CO2. Penyebab utama melimpahnya CO2 di atmosfer diduga berasal dari pembakaran BBF yang dibarengi dengan menurunnya jumlah tanaman (terutama hutan) yang berperan menyerap CO2 tersebut untuk keperluan fotosintesis.
Sumbangsih Entropi untuk Pemanasan Global
Selain dihasilkan emisi gas CO2 yang berlimpah, akibat dari pembakaran energi tersebut juga akan menyumbang panas ke lingkungan. Selain menghasilkan emisi GRK, pembakaran BBM/BBF juga akan menghasilkan panas yang tidak dapat dimanfaatkan. Hal ini bukan hanya terjadi pada pembakaran BBF, tetapi akan terjadi pada semua kegiatan yang akan mengubah bentuk energi yang satu menjadi bentuk energi yang lain seperti perubahan energi dari BBF menjadi energi gerak atau energi cahaya, perubahan energi dari energi listrik menjadi energi cahaya, dan semua kegiatan yang mengubah bentuk energi yang satu ke bentuk energi yang lain. Entropi (panas) tersebut selanjutnya akan masuk ke dalam lingkungan dan menyumbangkan panas yang sudah ada di lingkungan tersebut, sehingga panas di lingkungan meningkat. Hal ini juga mangandung arti bahwa dengan semakin tingginya entropi, akan semakin meningkatkan pemanasan global.Sumber : Perubahan Iklim dan Kehidupan Biota Akuatik
Karya : Etty Riani
Comments
Post a Comment